Prosa IV
Kemudian datang seorang pertapa, Yang sekali setahun turun ke kota , Memohon jawaban tentang kesenangan. Jawabnya demikian : Kesenangan adalah lagu kebebasan, Namun bukannya sang kebebasan sendiri, Dialah bunga-bunga hasrat keinginan, Namun bukan buah yang asli. Sebuah jurang ternganga yang berseru ke puncak ketinggian, Itulah dia ; namun dia bukan kedalaman maupun ketinggian itu sendiri. Dialah si terkurung yang terbang terlepas, Namun bukannya ruang yang terbentang luas ; Ya, sesungguhnyalah kesenangan merupakan lagu kebebasan. Dan aku amat suka bila dapat mendengarkan, Kalian menyanyikannya dengan sepenuh hati, Namun jangan hanyutkan diri dalam nyanyian
Beberapa diantaramu mencari kesenangan, Seolah kesenangan itu adalah segala-galanya, Dan mereka ini dipersoalkan, dihakimi dan dipersalahkan. Aku tak akan mempersalahkannya, ataupun memarahinya, Melainkan akan mendorong mereka untuk mencari dan menyelami. Sebab mereka akan menemukan kesenangan, Namun kesenangan tiada berdiri sendiri. Saudaranya ada beberapa, ialah tujuh orang puteri, Yang terjelek pun diantaranya lebih unggul kecantikannya, Daripada dia yang bernama kesenangan. Engkau pernah mendengar tentang seorang manusia, Yang menggali tanah hendak mencari akar, Namun menemukan harta pusaka ?
Beberapa di antara orang tua mengenangkan saat kesenangan, Dengan penuh rasa penyesalan, Seolah kesenangan itu dosa yang diperbuatnya, Tatkala sedang terbius di luar kesedarannya. Tapi penyesalan ini hanya mengaburkan akal budi, Tiada berkemampuan menyucikan hati nurani, Sayugia mereka mengingat kesenangan yang lalu, Dengan rasa syukur dan terima kasih dalam kalbu, Sebagaimana mereka mengenang rahmat tuaian di musim panas ; Namun pabila rasa penyesalan lebih menenteramkan hatinya, Maka biarlah mereka menikmati ketenteramannya.
Dan ada di antaramu yang bukan lagi remaja namun masih perlu mencari, Pun belum terlampau tua namun memerlukan kenang-kenangan untuk digali, Lalu menyingkirkan segala kesenangan yang ada di mayapada, Khuatir melemahkan kekuatan jiwa, Ataupun bertentangan dan merugikannya. Tapi dalam pencegahan diri inipun terletak kesenangan mereka, Dan dengan demikian mereka pun menemui sebuah mustika, Walau semua mereka dengan tangan gementar, hanya mencoba menggali akar. Tetapi katakanlah padaku, siapakah yang dapat menenang jiwa ? Si burung bul-bul yang menyanyikan lagu merdu, Terganggukah olehnya ketenangan malam yang syahdu ? Atau ambillah dia, si kunang-kunang, Adakah diganggunya keagungan bintang-bintang ? Dan nyala api, ataupun asap bara, Adakah dia memberati pawana ? Dan dikau mengira, bahwa jiwa merupakan danau yang tenang, Yang hanya dengan sentuhan sepucuk kayu, dapat kau ganggu ?
Betapa seringnya, dengan menyingkiri segala kesenangan, Kau hanya menimbun keinginan tersembunyi, di relung kesedaran. Siapa tahu bahwa apa yang nampaknya lenyap sekarang, dari permukaan, hanya menanti saat kebangkitan dihari kemudian ?
Bahkan jasmani memahami kodratnya dan keperluan hak alamiahnya, Serta tiada sudi mengalami tipuan dari akal manusia. Jasmani adalah kecapi jiwa,
Tergantung kepada manusia, Untuk menggetarkannya dengan petikan lagu merdu, Ataupun suara yang tiada menentu.
Lalu sekarang bertanyalah dalam hatimu; bagaimana cara membedakan baik-buruk dalam kesenangan? Maka pergilah dikau ke ladang, kebun dan tamanmu, Dan kau akan mengerti, bahwa bagi lebah, menghisap madu adalah kesenangan, namun bagi bunga pun memberikan madu adalah kesenangan.
Untuk lebah, bunga merupakan pancaran kehidupan, Untuk bunga, lebah merupakan duta kasih kehidupan. Dan bagi keduanya, sang lebah maupun sang bunga, Memberi dan menerima kesenangan adalah keperluan dan keasyikan.
Rakyat Orphalese, bersenanglah bagaikan bunga dan lebah.
Karya : Kahlil Gibran
0 komentar:
Post a Comment